Ventilasi Close House

FORMULA VENTILASI CLOSE HOUSE SISTEM
Ventilasi adalah hal yang sangat mutlak di butuhkan dalam managemen pemeliharaan sistem kandang tertutup (Close House).
Faktor yang dihasilkan dalam ventilasi ini adalah :
1. Oksigen
2. Kecepatan Angin & Volume
3. Temperatur
4. Kelembaban Relatif
Ke empat hal dalam misteri ventilasi. Tidak terlihat tapi dapat diukur.... (*Robert Barnwell)
Untuk mendapatkan ventilasi yang baik dan benar tentunya dibutuhkan formula ventilasi yang tepat baik dalam perhitungan dan aplikasinya. Berikut kami mencoba memberikan gambaran untuk formula ventilasi yang dapat digunakan untuk perencanaan dan perancangan ventilasi pada kandang tertutup. Dalam formula ini kami menggunakan sistem ventilasi Tunnel Evaporate sistem (Sistem Tunnel dengan pendingin evaporasi) yang paling sederhana dan banyak dipakai di Indonesia.
1. Dimensi Kandang
Contoh kandang dengan ukuran : Panjang = 50 mtr ; Lebar = 8 mtr ; Tinggi/Tinggi rata2 = 2,5 mtr
Didapat Volume Kandang = Panjang x Lebar x Tinggi
= 50 x 8 x 2,5
= 1000 m3
Didapat luas penampang = Lebar x Tinggi
= 8 x 2,5
= 20 m2
2. Kec. Angin Yang dibutuhkan : 2 meter/detik
3. Kapasitas Kipas (Exhaust Fan)
Setelah didapat dimensi kandang dan berapa kec.angin yang dibutuhkan, kita dapat menghitung berapa kebutuhan kipas nya. Yaitu :
Kapasitas Kipas Total =( Luas Penampang x Kec. Angin) x 3600
= (20 x 2) x 3600
= 144.000 m3/jam
Dalam produk umum dipasaran, satuan kapasitas kipas biasanya memakai CFM (Cubic Feet per minute)
= 144.000 m3/jam x 0,5886(konversi)
= 84.758 Cfm
4. Kebutuhan Kipas (Exhaust Fan)
Setelah di dapat kemampuan kipas total, kita akan menentukan jumlah kipas yang dibutuhkan.
Dalam produk umum dipasaran kipas yang diproduksi terbagi dalam standard ukuran dan kapasitas sesuai standart internasional. Contoh : Kipas 36 Inch = 15.500 Cfm, Kipas 52 Inch = 24.500 Cfm dan lain sebagainya. Kemempuan tertera tersebut dalam static pressure/tekanan negatif 0,20 pa. Untuk lebih pastinya pada saat membeli kipas tentunya perhatikan spesifikasi pada name plate kipas dan motor yang mesti dipakai harus sesuai standart yang dibutuhkan kipas.
Dalam contoh ini kami coba menggunakan kipas Ukuran 36 Inch dengan kapasitas 10.500 Cfm
Maka jumlah kipas yang dibutuhkan = Kapasitas kipas total : Kapaitas 1 kipas
= 84.758 : 15.500
= 5,5 kipas, dibulatkan menjadi 6 kipas.
5. Pergantian Udara (Air Exchanged)
Dari perhitungan diatas dapat diperoleh berapa waktu yang dibutuhkan untuk pergantian udara dalam kandang.
Air Exchanged (6 Kipas) = Panjang lintasan ventilasi(Panjang kandang efektif) : Kec. Angin
= 50 mtr : 2 mtr/det
= 25 detik
Disini dibutuhkan waktu 25 detik untuk menarik udara dalam kandang dan menggantikannya dengan udara baru dengan running 6 kipas. Dapat juga di hitung air exchanged dengan jumlah kipas yang lebih sedikit dengan menhitung atau mengukur kec. Angin yang didapat.
6. Kebutuhan Luas penampang PAD (Evaporate cross sectional)
Dalam sistem pendingin/penaik kelembaban banyak metode yang dipakai mulai tradisional dengan merancang sendiri Pad terbuat dari karung, batu bata, tanah liat sampai denga yang modern menggunakan Pad Cooling Pabrikan yang terbuat dari kertas maupun keramik. Semua dapat digunakan, namun fungsi dan aplikasinya harus tepat, yaitu memiliki fungsi evaporasi yang efektif pada saat di pakai, dan ukuran yang tepat dalam pemakaiannya.
Berikut contoh perhitungannya,
Dalam formula ventilasi, para ahli ventilasi menyarankan bahwa kec. Angin maksimal yang melalui pad pada saat kemampuan kipas maksimal adalah : 2 meter/detik (400 feet/menit). Ini didapat dari hasil analisa ilmiah bahwa tingkat efektifitas evaporasi cooling yang baik pada maksimal kec. Angin tersebut.
Maka Luas Penampang pad = Kapasitas kipas total : 2 mtr/det
= (144.000/3600) : 2
= 20 m2
Apabila tinggi Pad Kita pakai : 1,8 meter, maka :
Panjang Pad yang dibutuhkan = Luas penampang : Tinggi
= 20 : 1,8
= 11,2 meter
Maka kita telah mendapatkan ukuran Pad yang akan kita buat. Dapat di aplikasikan pada samping samping atau bentuk U ( samping samping dan depan).
Pada bentuk samping samping : panjang masing-masing = 5,6 meter
Pada bentuk U : Depan = 8 meter, Samping samping masing-masing = 1,6 meter
7. Inlet
Inlet merupakan hal yang sangat penting dalam ventilasi. Inlet adalah faktor yang mempengaruhi Tekanan Negatif (Static Preesure) dalam kandang. Dimana hal ini akan mempengaruhi fungsi kemampuan exhaust fan dan distribusi udara dalam kandang. Tidak tepatnya inlet akan berpengaruh pada munculnya dead spot (Titik mati udara) atau titik dimana tidak ada distribusi pergantian udara. Untuk itu Inlet mutlak diperlukan didalam sistem ventilasi.
Dimensi Inlet yang baik :
1. Layar inlet dipasang 1 meter dari Pad Cooling dan sepanjang pad.
2. Titik bawah di set lebih tinngi ¼ dari tinngi pad cooling.
3. Layar / material inlet terbuat dari bahan kedap udara.
Untuk Bagaimana perhitungan bukaan inlet yang tepat sesuai kemampuan kipas akan kami bahas dalam posting berikutnya.
Demikian formula ventilasi ini sederhana semoga dapat bermanfaat bagi para praktisi peternakan khususnya bagi para peternak yang ingin menerapkan sistem kandang tertutup. Namun bagaimanapun juga sebaik-baik managemen pemeliharaan yang diterapkan tetap kembali bagaimana ayam menerima perlakuan tersebut. Terimakasih.... salam sukses...!!!!
sumber : http://mitraternakbroiler.blogspot.com/2010/05/ventilasi-close-house.html
closed house sebuah solusi mengatasi ”Global Warming”
Seluruh masyarakat didunia sedang berlomba meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya. Bukti sejarah menunjukkan bahwa maju mundurnya negara tergantung dari kualitas SDM warga negaranya. Banyak negara yang sumber daya alamnya melimpah menjadi obyek eksploitasi negara lain karena tidak bisa mengolah sumber daya alam tersebut, disisi lain banyak negara yang memiliki SDA terbatas, namun mempunyai SDM yang baik akan mampu mencapai kesejahteraan yang tinggi. Prayitno dan Budi Santosa (1996) mengatakan bahwa untuk mewujudkan peningkatan produksi nasional harus tersedia sumber daya alam yang cukup, modal yang besar, peningkatan teknologi, dan peran sumber daya manusia. Jepang mempunyai lahan pertanian yang sangat sempit, tapi dengan SDM yang berkualitas negara tersebut dapat menciptakan teknologi sehingga mampu meningkatkan produksi pertanainnya (Arifin, 2001). Bukti-bukti empirik telah menjelaskan bahwa suatu negara tidak akan maju apabila tidak didukung oleh pembangunan sumber daya manusia yang bermutu. SDM yang bermutu adalah meraka yang mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi, pandai dalam menajemen, dan menerapkan teknologi yang canggih, selain itu untuk membangun SDM yang berkualitas harus menyentuh banyak aspek. Namun fokus utamanya mutlak diletakkan pada upaya peningkatan kualitas dasar penduduk dalam hal fisik dan intelegensia.
Kualitas SDM ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat, kerana kualitas pangan sangat menentukan tingkat pertumbuhan fisik dan kecerdasan penduduk, disamping pendidikan dan layanan kesehatan yang baik. Produk peternakan yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan utama dan dikonsumsi oleh manusia, pada umumnya terdiri atas tiga komoditas, yaitu: daging, susu, dan telur. Menurut Daryanto (2008) bahan pangan hewani merupakan sumber protein untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel dan berperan untuk membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif dan berkualitas.
Statistik Peternakan menunjukkan bahwa dari ketiga produk tersebut, unggas merupakan kontributor terbanyak dalam penyediaan daging nasional, sekitar 1.355.841 Ton (65,46 %) dari total produksi daging (TPD) dengan rincian ayam lokal 322.780 (23.9%), ayam ras petelur 54.312 (4.0%), ayam ras pedaging 955.756 (70,5%) dan Itik 22.295 (1,6%); dikuti oleh Sapi (389.294 Ton, 18,80 % TPD); Babi (179.441 Ton, 8,67 % TPD); Kambing (53.227 Ton, 2,57 % TPD); Domba (51.894 Ton, 2,51 % TPD); Kerbau (39.503 Ton, 1,91 % TPD) dan terakhir Kuda (1.682 Ton, 0.08 % TPD) (Ditjennak, 2006). Menurut Siagian (2008) tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah, hanya 4,7 gram/kapita/hari jauh dari target 6 gram/kapita/hari. Berdasarkan data diatas dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi protein hewani hanya 78,3% dari target nasional.
Daryanto (2008) mengatakan bahwa rendahnya konsumsi protein hewani penduduk Indonesia disebabkan karena lemahnya daya beli masyarakat, selain itu kasus Avian Influenza (AI) belum dapat diselesaikan secara tuntas, serta rendahnya sosialisasi sadar gizi terhadap masyarakat Indonesia. Hal itu senada dengan pendapat Rusfidra (2008) yang mengatakan bahwa rendahnya konsumsi produk unggas tidak hanya disebabkan karena daya beli masyarakat yang rendah, tapi juga disebabkan minimnya sosialisasi sadar gizi kepada masyarakat.
Usaha perunggasan dalam hal ini usaha ayam broiler di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, perkembangan usaha ayam broiler ini memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian. Berdasarkan proyeksi BAPPENAS, pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 273,7 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia, Indonesia merupakan pasar yang sangat besar (Rusfidra, 2008). Maka dapat dipastikan permintaan atas daging ayam broiler akan meningkat, sehingga banyak investor-investor yang mulai melirik peluang usaha peternakan ayam broiler. Dengan meningkatnya populasi dan peternakan ayam broiler, maka dapat dipastikan lahan untuk peternakan akan bersaing dengan lahan pemukiman penduduk, dan akan menyebabkan polusi yang ditimbulkan dari kotoran ayam broiler, Selain itu Isu pemanasan global (Global Warming) juga merupakan masalah bagi peternak saat ini, kerana suhu bumi menjadi semakin panas. Pada dasarnya ayam broiler merupakan unggas yang rentan terhadap suhu yang panas, untuk itu perlu penerapan teknologi dalam mengelola peternakan ayam broiler sehingga dapat mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.
Perkembangan teknologi ahir-ahir ini sangat membantu manusia dalam menyeleseikan pekerjaannya, seperti kehadiran teknologi terbaru pada sistem perkandangan ayam broiler, yaitu sistem kandang dengan ventilasi yang bisa diatur atau yang sering dikenal dengan sistem kandang tertutup (Closed House). Sistem kandang tertutup merupakan kandang yang ramah lingkungan, karena bau dari polusi yang ditimbulkan kotoran ayam dapat dikurangi dengan bantuan kipas didalam kandang. Selain itu pembangunan kandang tertutup tidak membutuhkan lahan yang luas karena dapat meningkatkan kepadatan ayam dan kandang dapat dibuat dua atau tiga lantai. Adapun faktor penghambat untuk menerapakan teknologi kandang tertutup yaitu besarnya modal yang dibutuhkan untuk pembangunan kandang, kerena teknologi kandang tertutup merupakan usaha padat modal bukan usaha padat karya. Prayitno dan Budi Santosa (1996) mengemukakan bahwa teknologi harus bertujuan menghasilkan keuntungan-keuntungan untuk menunjang kebijakan pembangunan yang pada dasarnya mempertemukan dua aspek, yaitu penggalakan investasi dan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar